Kemerdekaan menyatakan pikiran dan kebebasan berpendapat serta hak memperoleh informasi melalui penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi dan komunikasi ditujukan untuk memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan Penyelenggara Sistem Elektronik (Penjelasan Umum UUITE 2016).
Pengguna facebook Indonesia menempati peringkat 4 terbesar setelah USA, Brazil, dan India. Ada sekitar 65 juta pengguna facebook aktif dan sebanyak 33 juta pengguna aktif per harinya namun “data April 2017 menunjukkan penambahan signifikan jumlah pengguna facebook aktif di Indonesia yakni sebanyak 100 juta lebih pengguna ” kata Hario Setyo SH.
Perkembangan media
sosial semakin cepat dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Media sosial menggabungkan elemen informasi dan komunikasi melalui beberapa fitur untuk kebutuhan penggunanya. Sejumlah informasi melalui unggahan status, membagi tautan berita, komunikasi melalui chat, komunikasi audio/visual dan lainnya merupakan fitur-fitur unggulan yang dimiliki media sosial.
Pengguna facebook yang banyak, dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk melakukan berbagai tindak pidana dalam bentuk penipuan, pemalsuan, tayangan bermuatan pornografi, termasuk perbuatan sengaja menyebabkan penghinaan/pencemaran nama baik dan Pencemaran nama baik melalui facebook memiliki karakteristik khusus yang dapat diketahui melalui putusan-putusan hakim ” jelasnya.
Lebih lanjut Advocat Hario Setyo Wijanarko.SH ,juga sebagai Putra Ahli Hukum Pidana Asst Prof,Dr.Dwi Seno Wijanarko.SH ,MH CPCLE, lebih jelasnya mengatakan ” Pada direktori putusan Mahkamah Agung dengan kata pencarian “pencemaran nama baik facebook” setidaknya pada 3 halaman ditemukan 19 Putusan (belum semua berkekuatan hukum tetap) dengan bila terdakwa yang didakwa melanggar ketentuan penghinaan/pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 ” Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE 2008)/Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE 2016).
Pencemaran Nama Baik Dalam UU ITE
Kemerdekaan menyatakan pikiran dan kebebasan berpendapat serta hak memperoleh informasi melalui penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi dan komunikasi ditujukan untuk memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan Penyelenggara Sistem Elektronik (Penjelasan Umum UUITE 2016).
Rasa aman bagi penggunan teknologi dan informasi dapat berupa perlindungan hukum dari segala gangguan tindak pidana, baik secara verbal, visual maupun yang menyebabkan terjadi kontak fisik. Namun luasnya wilayah privat pengguna jejaring sosial dengan standar pencegahan yang minim menjadi fakta bahwa tidak mudah menghalau terjadinya berbagai tindak pidana.
UUITE 2008 telah menetapkan 8 pasal ketentuan pidana namun UUITE 2016 telah melakukan perubahan Pasal 45 dan penambahan Pasal 45 A dan 45 B yang kesemuanya berfungsi menjerat pelaku tindak pidana yang berkaitan dengan kejahatan Teknologi Informasi (Cyber Crime).
Adapun satu diantaranya adalah Pasal 45 ayat (3) UUITE 2016 :
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)”.
Perubahan elemen dasar ketentuan Pasal 45 ayat (1) UUITE 2008 menjadi Pasal 45 ayat (3) UUITE 2016 terkait penghinaan/pencemaran nama baik adalah lamanya pemidanaan yang berkurang dari pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun menjadi 4 (empat) tahun sedangkan denda dari semula 1 miliar menjadi 750 juta. Adapun dampak berkurangnya ancaman pidana tersebut maka tersangka/terdakwa tidak dapat ditahan oleh penyidik, penuntut umum maupun hakim.
Selain itu, tedapat perubahan penjelasan ketentuan Pasal 27 UUITE 2008 yang sebelumnya tertulis “jelas” kemudian di dalam penjelasan Pasal 27 UUITE 2016 menjadi “Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)”. Hal ini semakin memperjelas 1).makna pencemaran nama baik dan/atau fitnah sebagaimana diatur dalam KUHP serta 2). merubah sifat delik.
Penghinaan dalam KUHP diatur pada Bab XVI yang di dalamnya terdapat rumpun pencemaran nama baik. Secara umum penghinaan merupakan keadaan seseorang yang dituduh atas sesuatu hal yang benar faktanya namun bersifat memalukan karena diketahui oleh umum sebagaimana dimaksud Pasal 310 ayat (1) KUHP dan kebalikannya apabila yang dituduhkan itu tidak benar maka dia dianggap melakukan fitnah/pencemaran nama baik sebagaimana maksud Pasal 311 ayat (1) KUHP. Namun jika penghinaan itu dilakukan dengan jalan lain selain “menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan memakai kata kata panggilan binatang dan sebagainya, masuk Pasal 315 KUHP dan dinamakan “penghinaan ringan ” terangnya .
Kendati demikian ” Ucap Hario Setyo.SH dijelaskan
dalam UUITE 2008 penghinaan/pencemaran nama baik merupakan delik biasa sehingga dapat diproses secara hukum sekalipun tidak adanya pengaduan dari korban namun dengan mengacu pada KUHP sebagaimana maksud UUITE 2016 maka delik tersebut berubah menjadi delik aduan (klacht delic) yang mengharuskan korban membuat pengaduan kepada pihak yang berwajib. Muatan norma penjelasan Pasal 27 UUITE 2016 secara tidak langsung mengadopsi pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 Jo Putusan MK Nomor 2/PUU-VII/2009.
Dalam pertimbangan Putusan MK 50/PUU-VI/2008 disebutkan bahwa keberlakuan dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan pasal 311 KUHP sebagai genus delict yang mensyaratkan adanya pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut, harus juga diperlakukan terhadap perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, sehingga Pasal a quo juga harus ditafsirkan sebagai delik yang mensyaratkan pengaduan (klacht) untuk dapat dituntut di depan Pengadilan.
Sambung” Hario menghimbau
Jangan korbankan ragamu di penjara karena kesalahan 2 jempolmu di saat kau mengetik di Facebook ” tutupnya.( Team )
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Painan berupaya meningkatkan kesadaran hukum kepada masyarakat. Salah satunya dilakukan…
Segenap Jajaran Pimpinan dan Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Painan Mengucapkan “Dirgahayu Republik Indonesia…
Tangerang, Sabtu (27/07/24) pukul 09.00 - 13.00 wib Pembuat Undang Undang dan aturan untuk kesejahteraan…
Tangerang_Jumat (12/7/24) Dalam rangka melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Painan (STIH…
Tangerang_(Jumat, 05/07/2024) STIH PAINAN melaksanakan Acara Audiensi dan Sosialisasi kepada Kepala Desa dan Staff Perangkat…
Tangerang_Jumat, (21/06/2024) Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Painan bekerja sama Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia…
View Comments
Jika terjadi kasus ITE pasal45+ 27 ayat 3 dari pasal310-321..rata2 vonis / tuntutan di porum pengadilan negri rata2 berapa taun prop
Maaf mau tanya...dalam beberapa bulan ini saya akan mnyelenggarakan pernikahan akan ttp itu smua gagal krna ada nya orng yg mengatakan pada calon saya bahwa saya perempuan yg tidak benar,saya hanya ingin harta nya,saya tidak cocok dngn dia,,.padahal saya tidak merasa seperti apa yg di bicarakan orng itu dan saya tidak terima karena orng itu berbicara di depan umum...
Jadi pertanyaan saya,jika saya menuntut apakah bisa?
Jika perbuatan itu fakta dan korban tag dan menyebut nama dan sekolah apa kah itu melanggar UU ITE?
Kran korban melakukan itu fakta dan sbagai korban pelecehan. Bagaimana