Categories: Akademik

DILARANG JADI SAKSI DALAM SIDANG PERDATA Oleh:Advokat Suwadi, SH, MH.

DILARANG JADI SAKSI DALAM SIDANG PERDATA.

Oleh:Advokat Suwadi, SH, MH.

Saksi merupakan orang yang melihat, mendengar, dan mengalami secara langsung atas suatu peristiwa (kejadian) hukum yang terjadi, sehingga keterangan dari saksi tersebut dapat dijadikan salah satu pertimbangan untuk memutus suatu perkara hukum yang sedang terjadi. Dalam perkara perdata saksi merupakan salah satu alat pembuktian yang digunakan oleh Hakim untuk memutus suatu perkara, Hal tersebut tertuang di dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Atau burgerlijk wetboek voor Indonesie (disingkat BW) yang berisi :
“Alat pembuktian meliputi:
– bukti tertulis;
– bukti saksi;
– persangkaan;
– pengakuan;
– sumpah.

Di dalam menyelesaikan perkara perdata khususnya sampai berproses ke pengadilan, hukum acara perdatalah yang mengatur mengenai tata cara dan/atau acara dari pada permasalahan hukum ranah perdata seperti perbuatan melawan hukum maupun wanprestasi. Dan terkait keterangan saksi yang dilarang dalam perkara perdata, ternyata hukum acara perdata menjelaskan bahwa tidak semua orang bisa memberikan kesaksian ketika di hadapkan ke pengadilan tempat perkara tersebut disidangkan. Hal tersebut diatur di dalam H.I.R (Herzien Inlandsch Reglement). Pasal yang menjelaskan saksi macam apa yang dilarang dalam persidangan perkara perdata itu terdapat di dalam Pasal 145 H.I.R yang berisi :
“Sebagai saksi tidak dapat didengar:
1. keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lurus.
2. istri atau laki dari salah satu pihak, meskipun sudah ada perceraian;
3. anak-anak yang tidak diketahui benar apa sudah cukup umurnya lima belas tahun;
4. orang, gila, meskipun ia terkadang – kadang mempunyai ingatan terang.”
Akan tetapi perlu diketahui juga Pasal 145 H.I.R diatas dikecualikan jika kaum keluarga sedarah dan keluarga semenda menjadi saksi dalam perkara perselisihan kedua belah pihak tentang keadaan menurut hukum perdata seperti kasus perselisihan tentang perkawinan, perceraian, keturunan dan lain sebagainya. Selain itu di dalam Pasal 145 H.I.R tentang klasifikasi saksi macam apa yang dilarang atau tidak dapat didengar juga dikecualikan jika terkait tentang sesuatu perjanjian pekerjaan Yang dimaksud sesuatu perjanjian pekerjaan ialah segala sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan perburuhan dan/atau ketenagakerjaan seperti pemutusan hubungan kerja , uang pesangon, perselisihan hak, dan lain sebagainya. Tentu di dalam hukum acara perdata dalam memberikan kesaksian tidak dapat dipaksakan, artinya terdapat juga hak dari pada saksi untuk dapat mengundurkan diri untuk memberikan kesaksian. Hak tersebut tertuang di dalam Pasal 146 H.I.R yang berisi :
” Untuk memberikan kesaksian dapat mengundurkan diri:
1. saudara laki dan saudara perempuan, dan ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak.
2. keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan. perempuan dari laki atau isteri salah satu pihak.
3. semua orang yang karena kedudukan pekerjaan atau jabatannya yang syah, diwajibkan menyimpan rahasia; tetapi semata-mata hanya mengenai hal demikian yang dipercayakan padanya.
Tentang benar tidaknya keterangan orang, yang diwajibkan menyimpan rahasia itu terserah pada pertimbangan pengadilan negeri.” Selanjutnya bagaimana jika saksi yang dilarang tersebut dalam perkara perdata seperti yang tertuang dalam Pasal 145 H.I.R itu tetap dihadirkan sebagai saksi dalam acara pembuktian di persidangan pengadilan ? Sebelumnya perlu dijelaskan bahwa keterangan saksi merupakan penyempurnaan permulaan dari bukti tertulis atau pembuktian tulisan yang diajukan oleh pihak yang berperkara. Dan di dalam H.I.R orang yang dilarang menjadi saksi sah-sah saja jika diajukan dan dilibatkan dalam perkara tersebut, namun hanya sebatas didengar saja tanpa disumpah. Guna dan manfaatnya tidak ada sama sekali, karena keterangan yang diberikan tidak sah dan tidak bernilai sebagai alat bukti.

Demikian Semoga Bermanfaat, Terimakasih.

Referensi :

1. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta : Sinar Grafika, 2004
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Atau burgerlijk wetboek voor Indonesie (BW)
3. H.I.R (Herzien Inlandsch Reglement)

STIH Painan

Recent Posts

DOSEN STIH PAINAN BERIKAN EDUKASI HUKUM KEPADA MASYARAKAT DI DESA PASIR GADUNG KECAMATAN CIKUPA

Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Painan berupaya meningkatkan kesadaran hukum kepada masyarakat. Salah satunya dilakukan…

4 bulan ago

DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA KE -79 BERSAMA STIH PAINAN

Segenap Jajaran Pimpinan dan Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Painan Mengucapkan “Dirgahayu Republik Indonesia…

4 bulan ago

PKM STIH PAINAN Disambut Antusias Masyarakat Di Desa Sukanegara, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang Disambut Antusias Masyarakat.

Tangerang_Jumat (12/7/24) Dalam rangka melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Painan (STIH…

5 bulan ago

KEGIATAN SOSIALISASI (AUDIENSI) PENERIMAAN MAHASISWA BARU TA. 2024/2025 STIH PAINAN BERSAMA KEPALA DESA dan STAFF PERANGKAT DESA SEKECAMATAN TIGARAKSA

Tangerang_(Jumat, 05/07/2024) STIH PAINAN melaksanakan Acara Audiensi dan Sosialisasi kepada Kepala Desa dan Staff Perangkat…

6 bulan ago

STIH Painan Gelar Seminar Nasional Sosialisasi UU Nomor 3 tahun 2024 Tentang Desa Bersama APDESI Kab.Tangerang

Tangerang_Jumat, (21/06/2024) Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Painan bekerja sama Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia…

6 bulan ago