KEWENANGAN DALAM BATAS MARITIM

Jurisdiksi Dalam Transportasi Pengangkutan Laut

 Jurisdiksi Pengangkutan Laut

Oleh DR.Muchsin Mansyur, S.Pel. S.H.,M.H

Konsep jurisdiksi dalam hukum perdata internasional menyangkut masalah alokasi dan penentuan kekuasaan suatu negara, di mana tersangkut jurisdiksi legislatif (legislative jurisdiction) dan jurisdiksi pelaksanaan atau penegakkan hukum (enforcement jurisdiction).

Hubungan antar negara menyangkut berbagai aspek dalam kehidupan. Termasuk dengan berkembangnya diberbagai bidang kehidupan, namun dalam perkembangannya hampir setiap bidang mempunyai nuansa internasional dan disentuh oleh hukum internasional.

Dengan semakin berkembangnya hubungan antar negara, maka dirasakan dari setiap negara perlu untuk mengetahui beberapa dalam melakukan hubungan internasional salah satunya masalah netralitas, yurisdiksi dan imunitas dalam hubungan internasional.

Jurisdiksi legislatif mencakup wewenang suatu untuk membuat peraturan-peraturan, sedangkan jurisdiksi pelaksanaan menyangkut pelaksanaan peraturan-peraturan tersebut, di mana tercakup di dalamnya kewenangan untuk bertindak dan membawa para pelanggar ke pengadilan.

Dalam hubungan hal tersebut, maka dalam hukum maritim dikenal konsep

sebagai berikut:

Jurisdiksi negara bendera (flag state jurisdiction) telah diakui oleh jukum internasional bahwa negara yang benderanya berkibar di atas suatu kapal mempunyai yuridiksi atas kapal tersebut dan kapal tersebut memiliki nasionalitas negara bendera tersebut. ( M. Husseyn Umar. Hukum… Op.Cit., hlm. 36-39). Prinsip ini terdapat dalam Article 92 Status of ships UNCLOS 1982.

Di samping itu, Konvensi Syarat-syarat Registrasi Kapal 1986 dapat pula dijadikan rujukan mengenai registrasi kapal yang terkait dengan nasionalitas kapal dan jurisdiksi negara bendera;

  1. Jurisdiksi negara pantai (coastal state jurisdiction) meliputi kekuasaan negara untuk mengawasi kegiatan kapal-kapal asing di perairannya termasuk laut teritorialnya dan zonasi yang berbatasan. UNCLOS 1982, mengatur hal ini secara luas, termasuk kewenangan dalam zona ekonomi eksklusif. Dalam hubungan ini antara lain dapat dilihat Article 25, Article 33, dan Article 220 UNCLOS 1982.

Konvensi Internasional mengenai Intervensi di Laut Bebas 1969 dan Protokol 1973 khusus mengenai bahan bakar minyak memberikan wewenang tertentu untuk mengambil tindakan yang dapat dilakukan negara pantai;

  1. Jurisdiksi negara pelabuhan (port state jurisdiction), karena suatu negara mempunyai kedaulatan atas wilayahnya, maka kekuasaannya meliputi pula untuk mengawasi kegiatan kapal-kapal asing di pelabuhan atau tempat-tempat berlabuh lainnya (off-shore terminals) dalam wilayah teritorialnya. Kekuasaan tersebut mencakup kewenangan untuk memeriksa sertifikat-sertifikat kapal, pemeriksaan atas kapal itu sendiri, bahkan untuk melakukan penahanan atas kapaltersebut. Jurisdiksi negara pelabuhan terutama bersumber dari berbagai konvensi-konvensi yang diprakarsai IMO yang kemudian merupakan peraturan perundang-undangan nasional;
  2. Jurisdiksi atas transportasi laut merupakan jurisdiksi suatu negara berdaulat atas wilayahnya mencakup pula kekuasaan negara tersebut untuk melakukan pengaturan terhadap transportasi laut tidak saja mengenai penyelenggaraan angkutan laut dalam negeri, tetapi juga penyelenggaraan angkutan laut ke/luar negeri. Pengaturan penyelenggaraan angkutan laut antara pelabuhan dalam negeri yang didasarkan pada asas cobotage merupakan jurisdiksi penuh negara yang bersangkutan, termasuk pengaturan perizinan usaha. Karena pada hakekatnya setiap negara mempunyai jurisdiksi yang sama, khusus mengenai angkutan laut ke/dari luar negeri karena sering menyangkut jurisdiksi negara lain dapat timbul permasalahan. Permasalahan tersebut dapat melibatkan beberapa negara yang berkepentingan dengan pelayaran dan perdagangan pada jurusan yang bersangkutan, terutama apabila suatu negara menganggap kapal-kapal nasionalnya memperoleh pengakuan yang bersifat diskriminatif oleh negara lain, baik yang menyangkut muatan yang diangkut atau mengenai tarif-tarif di pelabuhan.

Kebijakan suatu negara melalui peraturan untuk menyediakan sebagian muatan untuk kapal-kapal nasionalnya (cargo reservation) dari darif pelabuhan yang bersifat diskriminatif terhadap kapal-kapal asing.sering merupakan sumber permasalahan bahkan perselisihan yang dapat disusul dengan tindakan-tindakan pembalasan (retaliatory) oleh negara yang merasa dirugikan. Konvensi Tata Laku Pelayaran Berjadwal PBB

1974 (U.N Convention on a Code of Conduct for Liner Confrences)

mengatur tata laku penyelenggaraan pelayaran yang dilakukan oleh liner confrences (kelompok atau gabungan operasional perusahaan-perusahaan pelayaran internasional yang melakukan pelayaran berjadwal).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *