Perlindungan Hukum Kebebasan Beragama Menurut UUD 1945 dan Islam Oleh Bustomi,S.HI.,M.H

SECANGKIR KOPI HITAM

“PERLINDUNGAN HUKUM KEBEBASAN BERAGAMA MENURUT UUD 1945 DAN ISLAM”

Kebebasan pemeluk agama di Indonesia diberikan ruang, tempat untuk melaksanakan dan menjalankan ibadah sesuai agama yang diyaqini. Jaminan Negara kepada warganya diberikan sesuai amanat UUD 1945 berkaitan perlindungan beribadah.

Negara hadir untuk kedamaian umat beragama, Indonesia melalui Perundang-undangan memberikan pengakuan dan legalitas di hadapan hukum kepada 6 (enam) agama meliputi: Agama Islam, Katolik, Kristen, Buddha, Hindu dan Konghucu.

Menurut UUD 1945 BAB XA yang telah diamandemen kedua pada tanggal 14-21 Oktober 1999 melalui sidang Umum Majelis Permusyawataran Rakyat (MPR).

Pada BAB XA Pasal 28E ayat: (1):

“Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah dan meninggalkannya, serta berhak kembali”.

Kemudian ayat (2):

“Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”.

Artinya tidak ada satupun warga Negara Indonesia berhak melarang atau menghalangi pemeluk agama untuk menjalankan keyaqinannya, karena semua sudah diatur di dalam konstitusi dan Negara wajib hadir untuk melindungi seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan agama tertentu.

Setiap umat beragama mempunyai hak persamaan (equality) dalam menerapkan nilai-nilai agama di kehidupan sehari-hari. Sebagaimana kebebasan menjalakan agama itu diatur atau tertuang dalam Pasal 29 ayat (2):

“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya”.

Pasal di atas hakekatnya menjelaskan dan menggaris bawahi tentang rerlindungan hukum kebebasan beragama di Indonesia dan sejati setiap warga negara harus patuh serta menanamkan jiwa menghormati dan melindungi tanpa harus mengikuti ibadah yang diyaqini, jika demikian maka kehidupan beragama di Indonesia terwujud dan tidak ada konflik-konflik mengatasnamakan agama dengan demikian keutuhan dan persatuan bangsa tetap terjaga.

Nilai-nilai perlindungan beragama juga diajarkan di Islam, dimana Islam memberikan perlindungan kebebasan beragama dan melarang umatnya berbuat tercela kepada (Non Muslim) karena Islam menghormati pemeluk agama lain.

Islam datang dengan membawa kasih sayang untuk semesta alam. Perlindungan hukum dalam beragama ditujukan dan tertuang dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala di surat Mumtahanah ayat 8:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang yang berakal”.

Ayat di atas memberikan penjelasan tentang akhlak yang menjungjung kemanusiaan, serta ketentuan hukum yang wajib dilaksanakan kaum muslimin terhadap selain mereka.

Oleh karena itu, hukum perundangan Islam menjamin hak-hak diluar agama Islam, diantara yang terpenting adalah jaminan kekebasan beragama dan berkeyakinan sebagaiman Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat Al-Baqaroh ayat 256 yang artinya :

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)”.

Diantara landasan Perlindungan Hukum Islam terhadap penerapan beragama adalah kisah sahabat yang diriwayatkan Sahal bin Abi Hatsmah bahwa sekelompok dari kaumnya berangkat menuju Khaibar. Lalu mereka berpisah dan didapati salah seorang di antara mereka terbunuh. Mereka yang ada di tempat kejadian berkata, “Kalian telah membunuh sahabat kami.” Mereka (Yahudi) menjawab, “Kami tidak membunuhnya dan kami tidak mengetahui siapa pembunuhnya.” Mereka pergi mengajukan perkara ini kepada Nabi lalu mereka berkata, “Ya Rosulullah, kami berangkat menuju Khaibar. Lalu kami mendapati salah seorang sahabat kami terbunuh”. Beliau menjawab, “Al-Kubra, Al-Kubra (tunjuklah orang-orang dewasa yang bicara). Mereka menjawab, “Dikatakan kepada mereka, “Berikan bukti siapa yang membunuhnya?” Mereka menjawab, “Kami tidak mempunyai saksi”. Belai bersabda, “Hendaklah mereka bersumpah”.

Mereka menjawab, “Kami tidak ridho dengan sumpah orang-orang Yahudi”. Rosulullah enggan menghalalkan darahnya, membayarkan diyat untuknya berupa seratus unta sebagai sedekah.

Dari kisah di atas, Rosulullah memberikan suatu asas tentang hal yang belum pernah terlintas dalam benak manusia. Dimana Rosulillah sebagai wali untuk membayar diyat dari harta kaum Muslimim, keputusan yang diambil demi menenangkan hati kaum Anshar, tanpa harus menzhalimi orang Yahudi. Sehingga tidak ada celah aib atau cacat dengan tidak mengindahkan hukum yang di dalamnya masih terdapat keraguan tentang orang-orang Yahudi yang dituduh melakukan pembunuhan.

Pada kisah lain Rosulullah bersabda yang diriwayat Muslim. Kisah tersebut terdapat dalam kitab Al-Janaaiz, Bab Al-Qiyyaam lil janazah:

“Ketika terdapat iringan orang-orang mengantar jenazah berlalu depan Rosul, beliau berdiri sebagai tanda penghormatan. Dikatakan kepada beliau, “Dia orang Yahudi”. Beliau juga bersabda, “Bukankah dia juga seorang manusia”.

Demikianlah pandangan Undang-undang Dasar 1945 dan Hukum Islam tentang Perlindungan Hukum Beragama di Indonesia. Maka sebagai penutup ada sebuah kaidah yang mengatakan “Memuliakan setiap jiwa manusia secara penuh tidak boleh terdapat kezhaliman dan permusuhan padanya”. (bete).

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *