Balapan Pada Kelas Yang Sama di Tikungan UU 17/08 oleh : Dr. H. Muchsin Mansyur S.Pel.,M.H.

Balapan Pada Kelas Yang Sama di Tikungan UU 17/08

Ditulis oleh : Dr. H. Muchsin Mansyur S.Pel.,M.H.
93.1076/K
TIGA ENAM XXXVI

Kasus musibah Motor Penyeberangan atau KMP Yunice tenggelam di Selat Bali pada Selasa petang, 29 Juni 2021. Kapal diduga membawa puluhan penumpang dan diduga terbalik sesaat sebelum bersandar di Pelabuhan ASDP Gilimanuk, Bali. Adapun kapal mengangkut penumpang dari Pelabuhan Ketapang, Jawa Timur.
Saat insiden terjadi, KMP Yunicee disinyalir mengangkut muatan belasan truk ukuran sedang dan sejumlah mobil keluarga. Belum jelas penyebab insiden kecelakaan kapal laut.
Seiring proses penyidikan dan investigasi maka Direktur Polair Korpolairud Baharkam Polri Brigjen Yassin Kosasih mengatakan penyidik menetapkan Nahkoda KMP Yunice sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Polres Banyuwangi.
Nahkoda kapal tidak melakukan peran keselamatan sehingga menimbulkan korban jiwa dan harta benda (Dirpol Air)

“Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Penyebab KMP Yunice yang Tenggelam di Selat Bali Terungkap, Tiga Orang Ditetapkan Sebagai Tersangka, https://wartakota.tribunnews.com/2021/08/09/penyebab-kmp-yunice-yang-tenggelam-di-selat-bali-terungkap-tiga-orang-ditetapkan-sebagai-tersangka.
Penulis: Junianto Hamonangan | Editor: Dedy”

Dari kejadian tersebut dapat kita sorot hal pengalihan tugas dan tanggung jawab fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran kapal, sungai, danau dan penyeberangan tidak memperhatikan regulasi, kompetensi, sarana, prasarana, dan penganggaran kelembagaan, maka asumsi atas pengukuhan tersebut bahwa pelabuhan penyeberangan dianggap bukan pelabuhan laut. Pengisian jabatan tugas dan tanggung jawab fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran kapal, sungai, danau dan penyeberangan harus diisi oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang didasarkan kepada kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang sesuai dengan pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.

Berdasarkan Permenhub No. PM Nomor 122 Taun 2018, menjadi tugas dan tanggung jawab fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran kapal, sungai, danau dan penyeberangan sekarang di bawah kewenangan Ditjen Hubdat. Fungsi keselamatan dan keamanan TSDP dilaksanakan Ditjen Hubdat yang dipertegas dengan dikeluarkannya Surat Ditjen Hubla No. AL.202/1/11/DJPL/2021, perihal pengalihan tugas dan tanggung jawab fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran kapal, sungai, danau dan penyeberangan tidak memperhatikan regulasi, kompetensi, sarana, prasarana, dan penganggaran kelembagaan, maka asumsi atas pengukuhan tersebut bahwa pelabuhan penyeberangan “dianggap” bukan pelabuhan laut. Bila melihat pengisian jabatan atas tugas dan tanggung jawab fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran kapal, sungai, danau dan penyeberangan harusnya di bawah kewenangan Ditjen Hubdat, maka kewenangan yang diberikan atas pengukuhun Ditjen Hubdat sebagai tugas dan tanggung jawab fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran kapal, sungai, danau dan penyeberangan harus diuji kewenangannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Angkutan di Perairan, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran.

PERMASALAHAN Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka dirumuskan masalahnya yaitu bagaimana pelimpahan kewenangan direktorat Jenderal Perhubungan Darat dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran kapal, sungai, danau dan penyeberangan di perairan dalam persfektif peraturan perundang-undangan Indonesia.

Menurut pendapat E. Utrecht yang mengungkapkan bahwa “jabatan” adalah sebagai pendukung hak dan kewajiban, sebagai subjek hukum (persoon) yang berwenang melakukan perbuatan hukum
(rechthandelingen) baik menurut hukum publik maupun menurut hukum privat. Agar wewenang dapat dijalankan, “jabatan” sebagai personifikasi hak dan kewajiban, memerlukan suatu perwakilan yang disebut “pejabat” yaitu “manusia” atau “badan” dengan kata lain disebut “pemangku jabatan”. Dengan perantara “pejabat” tersebut “jabatan” dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.

Dasar hukum pengisian jabatan keselamatan dan keamanan pelayaran kapal, sungai, danau dan penyeberangan oleh Ditjen Hubdat adalah PMH No. PM 104 Tahun 2007 Jo. PMH No. PM Nomor 35 Tahun 2019 Jo. PMH No. PM 122 Tahun 2018 ditinjau dari UU ASN, pengisian jabatan dilakukan dengan sistem merit yang didasarkan pada kompetensi artinya mempunyai persyaratan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan jabatan yang akan dijabat tersebut, kualifikasi artinya memenuhi persyaratan normatif. Pengisian jabatan pada Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan merupakan penyelenggaraan kebijakan dan dan Manajemen ASN berdasarkan pada asas kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, keterpaduan, delegasi, netralitas, akuntabilitas, efektif dan efisien, keterbukaan, nondiskriminatif, persatuan dan kesatuan, keadilan dan kesetaraan, dan kesejahteraan.

Indonesia murapakan negara maritim yang dikelilingi oleh laut, untuk menghubungkan satu pulau dengan pulau-pulau lainnya dilakukanlah pelayaran. Pelayaran menjadi penting bagi bangsa Indonesia, dengan berlayar bangsa ini mejadi saling terkait satu sama lain sehingga Indonesia kaya akan keanekaragamana budaya selaian sumber daya alamnya.

Dikenalnya bangsa Indonesia sebagai negara maritim, Indonesia melakukan perlindungan aturan dalam pelayaran.aturan tersebut di buat untuk menjamin keamanan dan stabilitas keamanan kedaulatan negara. Angkutan laut yang mempunyai karakteristik pengangkutan secara nasional dan menjangkau seluruh wilayah melalui perairan perlu dikembangkan potensi dan ditingkatkan peranannya sebagai penghubung antarwilayah, baik nasional maupun internasional termasuk lintas batas, karena digunakan sebagai sarana untuk menunjang, mendorong, dan menggerakkan pembangunan nasional dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menjadi perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia. UU Pelayaran menyebutkan tujuan dari pelayaran yaitu:17 /2008
1. Memperlancar arus perpindahan orang dan atau barang melalui perairan dengan mengutamakan dan melindungi angkutan di perairan alam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional;
2. Membina jiwa kebaharian;
3. Menjunjung kedaulatan negara;
4. Menciptakan daya saing dengan mengembangkan industri angkutan perairan nasional;
5. Menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional; 6. Memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan wawasan nusantara; dan
7. Meningkatkan ketahanan nasional. Keberadaan UU Pelayaran memberikan perlindungan hukum dan petunjuk dalam rangka penyelenggaraan pengangkutan di perairan.

Hal ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan negara atau pemerintah kepada masyarakat dalam menggunakan sarana atau alat pengangkutan yang diselenggaran oleh orang pribadi dan banda hukum. Sedangkan angkutan di perairan memiliki fungsi yang strategis, yaitu menunjang kegiatan perdagangan dan perekonomian (ship follows the trade) serta merangsang pertumbuhan perekonomian dan wilayah (ship promotes the trade), sehingga angkutan di perairan berfungsi sebagai infrastruktur yang srategis bagi Indonesia sebagai negara kepulauan. Penyelenggaraan fungsi strategis tersebut dapat mendukung perwujudan wawasan nusantara, meningkatkan ekspor dan impor sehingga dapat meningkatkan penerimaan devisa negara, dan membuka kesempatan kerja, sehingga angkutan di perairan dikuasai oleh negara yang penyelenggaraannya meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penyelenggaraan angkutan di perairan dilaksanakan dengan cara:

1. Memberlakukan azas cabotage secara konsekuen dan konsisten agar perusahaan angkutan perairan nasional dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri;
2. Mengembangkan angkutan di perairan untuk daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil dengan pelayaran-perintis dan penugasan;
3. Menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi pemberdayaan dan kemandirian industri angkutan perairan nasional;
4. Mengembangkan industri jasa terkait untuk menunjang kelancaran kegiatan angkutan di perairan; dan
5. Mengembangkan sistem informasi angkutan di perairan secara terpadu yang mengikutsertakan semua pihak terkait dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Peran pelayaran di perairan Indonesia sepenuhnya di kuasai oleh negara di mana pelaksanaan pembinaan dilakukan oleh pemerintah.

Bentuk pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah berupa pengaturan, pengendalian, dan pengawasan.
Bentuk pengawasan yang di lakukan oleh pemerintah dalam hal ini meliputi kegiatan pengawasan pembangunan dan pengoperasian agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk melakukan tindakan korektif dan penegakan hukum. UU Pelayaran ini memberikan penjaminan bagi pelayaran di perairan Indonesia sehingga tujuan dari pemberlakuan UU Pelayaran dapat dicapai. Meningkatkan ketahanan nasional merupakan salah satu butir dari tujuan dari pelayaran di Indonesia yang di jabarkan dalam keselamatan dan keamanan di perairan, pelabuhan, serta perlindungan lingkungan maritim.

Angkutan penyeberangan merupakan angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. Melaksanakan fungsi keselamatan pelayaran bukan hal yang mudah yang harus diikuti oleh semua instansi dan ditunjang dana yang cukup serta kesadaran semua pihak termasuk masyarakat.
Untuk itu, yang perlu dilakukan adalah membangun menejemen dan aturannya, mendorong pemerintah melakukan terobosan atau reformasi, mewujudkan fasilitas sarana dan prasarana keselamatan pelayaran serta membangun kepercayaan ataupun kesadaran masyarakat dan memacu pembentukan payung aturan. Keselamatan pelayaran merupakan kebutuhan sehingga perlu segera diwujudkan dan mengaktifkan fungsi-fungsi keselamatan pelayaran melalui pembentukan lembaga dan menejemen serta fasilitas sarana dan prasarananya. Kegiatan angkutan penyeberangan dilakukan oleh badan usaha dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal serta diawaki oleh awak kapal berkewarganegaraan Indonesia. Setiap kapal yang melayani angkutan penyeberangan wajib:

1. Memenuhi persyaratan teknis kelaiklautan dan persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan;
2. Memiliki spesifikasi teknis sesuai dengan fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan atau terminal penyeberangan pada lintas yang dilayani;
3. Memiliki dan/atau mempekerjakan awak kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi yang diperlukan untuk kapal penyeberangan;
4. Memiliki fasilitas bagi kebutuhan awak kapal maupun penumpang dan kendaraan beserta muatannya;
5. Mencantumkan identitas perusahaan dan nama kapal yang ditempatkan pada bagian samping kiri dan kanan kapal; dan
6. Mencantumkan informasi atau petunjuk yang diperlukan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Lahirnya UU ASN ini dilatarbelakabngi atas suatu pemikiran bahwa pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara selama ini belum mencerminkan perbandingan antara kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki calon dalam rekrutmen, pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Sesuai UU ASN maka manajemen yang berbasis merit menjadi dasar dalam pelaksanaannya. Dalam konteks reformasi birokrasi di beberapa negara, prinsip meritokrasi selalu mengemuka sebagai suatu sistem yang banyak disarankan untuk diberlakukan dalam pengisan jabatan-jabatan di sektor publik. Reformasi administrasi publik dalam pengertian sempit adalah fokus pada penerapan prinsip-prinsip sistem merit dalam kepegawaian negeri. Dengan demikian, meritokrasi sesungguhnya adalah inti darimanajemen kepegawaian. Menurut Pasal 1 UU ASN ada beberapa jabatan dalam aparatur sipil negara, terdiri dari:
1. Jabatan Pimpinan Tinggi adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi;
2. Jabatan Administrasi adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan publik serta administrasi pemerintahan dan pembangunan; dan
3. Jabatan fungsional adalah sekelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sistem merit dalam kebijakan promosi jabatan di daerah meliputi regulasi, kontrol eksternal dan komitmen. Menurut Pasal 3 UU ASN, pengisian jabatan ASN berlandaskan pada prinsip:
1. Nilai dasar;
2. Kode etik dan kode perilaku;
3. Komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik; 4. Kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
5. Kualifikasi akademik;
6. Jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; dan
7. Profesionalitas jabatan. Pengisian jabatan tidak hanya dilakukan sekali namun dilaksanakan secara reguler setiap periode tertentu untuk memilih pejabat pemimpin daerah guna menunjang berjalannya fungsi negara.

Dengan tidak adanya mekanisme pengisian yang jelas, pengisian pemangku jabatan sebagai pelaksana jabatan tidak dapat berjalan. Pengisian jabatan ASN sebagai profesi berdasarkan prisip di atas, diharuskan mempunyai nilai dasar sebagai berikut:
1. Memegang teguh ideologi Pancasila;
2. Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah; 3. Mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia;
4. Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak; 5. Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian; 6. Menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif;
7. Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur; 8. Mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik;
9. Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah;

Memahami sistem merit dalam kaitannya dengan promosi jabatan secara terbuka di dalam UU No 5 Tahun 2014, tentunya terlebih dahulu perlu dipahami dahulu hakekat reformasi birokrasi, karena promosi jabatan secara terbuka adalah bagian dari agenda reformasi birokrasi. Patut dipahami, bahwa reformasi birokrasi merupakan konsep yang luas ruang lingkupnya, mencakup pembenahan struktural dan kultural. Secara lebih rinci meliputi reformasi struktural (kelembagaan), prosedural, kultural, dan etika birokrasi. Reformasi birokrasi pemerintahan diartikan sebagai penggunaan wewenang untuk melakukan pembenahan dalam bentuk penerapan peraturan baru terhadap sistem administrasi pemerintahan untuk mengubah tujuan, struktur maupun prosedur yang dimaksudkan untuk mempermudah pencapaian tujuan pembangunan. Jabatan PNS pada Direktorat TSDP harus diisi oleh personel dari Ditjen Hubla dengan memperhatikan yang disyaratkan dalam Pasal 68 ayat (2) dan ayat (3) UU ASN, yang menyatakan:
Pengangkatan PNS dalam jabatan tertentu ditentukan berdasarkan perbandingan objektif antara kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan yang dimiliki oleh pegawai. Setiap jabatan te rtentu dikelompokkan dalam klasifikasi jabatan PNS yang menunjukkan kesamaan karakteristik, mekanisme, dan pola kerja .

Pengisian jabatan di Direktorat Jenderal Perhubungan Darat yang meliputi tugas dan tanggung jawab fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran kapal, sungai, danau dan penyeberangan pengisian jabatan tersebut diserahkan kepada sudah seharusnya Direktorat Jend eral Perhubungan Laut sesuai dengan sistem merit yang dianut dalam UU ASN. Penerapan sistem merit dalam pengisian jabatan yang mempunyai tugas dan tanggung jawab fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran kapal, sungai, danau dan penyeberangan pelaksana tug dari Ditjen Hubla dengan memperhatikan asnya sudah seharusnya kesesuaian antara kecakapan yang dimiliki seorang pegawai dengan jabatan yang dipercayakan kepadanya, meliputi tingkat pendidikan formal, tingkat pendidikan non formal, pendidikan dan latihan te knis, tingkat pengalaman kerja, dan tingkat penguasaan tugas dan pekerjaan. Konsep sistem merit dalam pengisian jabatan fungsional dan administrasi dalam upaya pembentukan pola karier aparatur di Kementerian Perhubungan, khususnya Ditjen Hubla yang melaksa nakan tugas dan tanggung jawab fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran kapal, sungai, danau dan penyeberangan kedepannya, sehingga penilaian kinerja akan menjadi dasar ASN dalam pengisian jabatan pada Kementerian Perhubungan.

Saran sekejap tulisa

1. Pengisian jabatan pada Kementerian Perhubungan yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran kapal, sungai, danau dan penyeberangan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat melanggar sistem merit dalam pengisian jabatan dalam UU ASN. Untuk itu, pengisian jabatan tugas dan tanggung jawab fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran kapal, sungai, danau dan penyeberangan harus diisi oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang didasarkan kepada kompetensi dan kualifikasi yang diperlukan oleh jabatan dengan kompetensi dan kualifikasi yang dimiliki Direktorat Jenderal Perhubungan Laut yang sesuai dengan pengangkatan, penempatan, dan promosi pada jabatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik.

Rekomendasi kepada Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan harus segera melaksanakan perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 104 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM Nomor 35 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 104 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 122 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan dengan memperhatikan apa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Angkutan di Perairan, Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pelayaran.

DR.MM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *