STIH Painan Tolak RUU Sisdiknas

PUSAT KAJIAN HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN (PKAHP)

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM PAINAN

Press Release

No. 129/PKAHP-STIH Painan/IX/2022

STIH Painan Tolak  RUU  Sisdiknas

Hadirnya RUU Sisdiknas (2022) atau Rancangan Undang-Undang Sistem tentang Pendidikan Nasional menimbulkan sejumlah polemik pada dunia Pendidikan. Meskipun telah diajukan oleh pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan telah diajukan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Perubahan Tahun 2022, RUU Sisdiknas msaih banyak kecaman keras dari sejumlah pihak, salah satunya dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Painan.

Perlu dikeTahui, RUU Sisdiknas mengintegrasikan dan mencabut tiga Undang-Undang terkait pendidikan, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dimana terdapat beberapa point penting yang disoroti dalam RUU Sisdiknas diantaranya :

  1. Aturan Tunjangan Profesi Guru dan Dosen. Dalam RUU Sisdiknas naskah Agustus 2022, tidak mengatur secara detil terkait tunjangan profesi guru. Meski demikian, dalam Pasal 105 RUU Sisdiknas hanya mengatur terkait upah, jaminan sosial, dan penghargaan yang disesuikan dengan prestasi kerja.
  2. Pembebanan Pajak Dan Penggantian Lembaga Penilai Akreditasi. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi  melalui Surat No.87935/MPK.A/AG/01.00/2021, tertanggal 6 Desember 2021 telah  menyetujui besaran biaya  akreditasi program studi.  Misalnya, setiap program studi bidang pendidikan yang akan diakreditasi  LAM Pendidikan (LAMDIK)  dan bidang Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi  di LAMEMBA  dibandrol sebesar Rp. 53 juta. Jika PT banding akan dikenai biaya Rp. 29,7 juta. Total biaya akreditasi  1 program studi Rp.81,7 juta.  Tarif ini diberlakukan sama setiap PT. Padahal PT memiliki kemampuan financial yang beragam.Berdasarkan biaya di atas, jika diasumsikan satu  PT memiliki 10 program studi maka biaya aggregat 810 juta.  Ada  lebih kurang 9.575 program studi dalam cakupan  LAMDIK dan LAMEMBA (Statistik PDDikti, 1 April 2022).  Maka jumlah uang yang akan mengalir ke pundi-pundi LAM  Rp. 810 juta X 9.575 sebesar Rp.7.755.750.000.000.  Alhasil,   akreditasi menjadi unit cost baru dalam biaya operasional PT  dan tentu akan membenani Uang Kuliah Tunggal (UKT) ke penerima jasa layanan pendidikan.
  3. Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terimbas pada keistimewaan yang diberikan pemerintah pada Perguruan Tinggi Negeri-Badan Hukum (PTN-BH). Pasalnya dengan adanya Perguruan Tinggi Negeri-Badan Hukum (PTN-BH) mampu menyedot banyak mahasiswa baru, dan mengancam Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Saat ini, dengan adanya

Perguruan Tinggi Negeri-Badan Hukum (PTN-BH), pihaknya dapat menggunakan pola seleksi yang begitu bebas, berbagai peluang dilakukan mulai dari jalur mandiri, kerja sama, dan lain-lain. PTN juga seolah berlomba membuka PSDKU dengan prodi yang di PTS dianggap subur, hal tersebut itulah yang dianggap mendiskriminasikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS).

Dengan demikian, kami sebagai salah satu perwakilan dari Perguruan Tinggi Swasta (PTS) memandang perlu adanya keselarasan regulasi serta kebijakan demi menciptakan keadilan yang seaadil-adilnya bagi dunia Pendidikan, berikut kami paparkan beberapa payung hukum yang menjadi latar belakang penolakan kami yaitu :

  1. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 NRI: Negara Indonesia adalah negara hukum.
  2. Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 NRI: Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
  3. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 NRI: Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
  4. Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 NRI: Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
  5. Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 NRI: Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
  6. Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 NRI: Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
  7. Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 NRI: Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
  8. Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 NRI: Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
  9. Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 NRI: Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
  10. Pasal 96 UU No 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan:

Ayat (1): Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ayat (2): Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: a.rapat dengar pendapat umum; b. kunjungan kerja; c. sosialisasi; dan/atau d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi. Ayat (3): Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan. Ayat (4): Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

  1. Pasal 5 UU No 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan: Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi: huruf g, keterbukaan. Penjelasan: Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
  2. Pasal 6 ayat (1) UU No 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan: Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: huruf (a), pengayoman. Penjelasan: Yang dimaksud dengan “asas pengayoman” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat. huruf (g), keadilan.Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.

Demikian pers release kami sampaikan, semoga dapat dipahami oleh semua pihak dan masyarakat.Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi kita semua.

Serang, 26 September 2022

Hormat kami

Ketua,

ttd

Dr. Muh. Nasir, S.H.,.M.Hum

 

Narahubung : Wirda Garizahaq, S.H., M.H. ( Sekretaris ) 087771643024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *